Ombudsman RI Soroti Potensi Maladministrasi pada Pending Claim BPJS Kesehatan, Ini Lima Poin Perbaikannya
JAKARTA – Sengketa klaim pembiayaan antara ratusan rumah sakit di Jawa Timur dengan
BPJS Kesehatan merupakan masalah krusial pelayanan publik. Terkait hal tersebut, Pimpinan
Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng memberi pernyataan pubik sebagai bagian dari
tugas pengawasan. Pending claim pembayaran layanan kesehatan patut dilihat dari segi
potensi maladministrasi yang ditimbulkan.
“Rumah sakit dan BPJS Kesehatan merupakan pranata layanan publik yang amat vital dalam
penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional. Pending claim bisa menghambat penyediaan
alat kesehatan dan kefarmasian, logistik penunjang dan jasa layanan medis terstandarisasi.
Muaranya terjadi penundaan berlarut atau bahkan tidak diberikannya layanan kesehatan oleh
pihak rumah sakit kepada pasien yang dapat mengancam keselamatan jiwa”, ucapnya di
Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan pada Sabtu (01/2/2025).
Untuk itu, Robert manyampaikan beberapa hal yang harus diperbaiki. Pertama, Pemerintah
wajib mengantisipasi sengketa klaim agar tidak menimbulkan maladministrasi layanan kepada
pasien.
“Pemerintah harus memastikan semua pihak sungguh menjalankan kewajiban dan
mendapatkan hak, merujuk Permenkes No 3 Tahun 2023. Rumah sakit mengajukan klaim
sesuai ketentuan, lalu berdasarkan administrasi yang benar dan lengkap maka pihak BPJS
melakukan verifikasi dan membayarkan klaim layanan kesehatan tepat waktu,” terangnya.
Kedua, BPJS Kesehatan mesti lebih transparan ke pihak pemda dan membangun komunikasi
dengan organisasi perhimpunan rumah sakit apabila ada potensi hambatan klaim rumah sakit.
Harus diakui, pihak BPJS saat ini cenderung pasif, kurang persuasif dan membiarkan masalah
sengketa klaim ini terus menumpuk, padahal berlarutnya pembayaran klaim jelas berdampak
terhadap merosotnya kualitas pelayanan kesehatan.
Ketiga, Rumah sakit mesti lebih akuntabel dan terus diawasi agar tidak melakukan fraud dalam
klaim tarif INA-CBGs.
“Pembayaran klaim itu hak setiap fasyankes yang telah melaksanakan
kewajiban pelayanannya. Namun, rumah sakit juga wajib memastikan laporan administrasi
layanan sudah sesuai standar dan bebas dari tindak kecurangan seperti klaim fiktif, manipulasi
diagnosis dan praktik fraud lainnya,” tegas Robert.
Keempat, Pemda diminta untuk lebih proaktif dalam merespon pending claim ini. “Pemerintah
tidak semata hanya berperan sebagai mediator saat sengketa sudah terjadi. Peran sebagai
pemadam kebakaran tersebut harus dilapisi dengan upaya-upaya preventif.
Untuk itu, pada
ranah kebijakan, kami minta Pemda memitigasi potensi sengketa dengan membuat Perkada
ihwal sanksi terhadap pihak yang tidak memenuhi kewajibannya. Selanjutnya pada ranah
pengawasan pihak Pemda perlu melakukan pemantauan terhadap proses klaim secara rutin”.
Kelima, klaim pembayaran pelayanan kesehatan harus bebas maladministrasi dan terlaksana
sesuai dengan standar tata kelola yang akuntabel.
Kasus di Jatim ditengarai juga terjadi di
daerah-daerah lain. Ombudsman minta Kementerian Kesehatan lakukan evaluasi tuntas atas
klaim fasyankes ke BPJS sejak laporan pelaksanaan layanan hingga penetapan status klaim.
Selanjutnya dapat lebih tegas melakukan penegakan hukum dan pemberian sanksi bagi para
pihak yang melakukan maladministrasi.
Akhirnya, Ombudsman RI menghimbau masyarakat untuk menyampaikan pengaduan/laporan
jika mengalami atau menyaksikan tindakan maladministrasi pada klaim pembayaran layanan
kesehatan melalui berbagai kanal resmi Ombudsman yang tersedia di pusat dan kantor-kantor
perwakilan di 34 propinsi. (*)
Tidak ada komentar