Header Ads

ad728
  • Breaking News

    Ombudsman RI Soroti Potensi Maladministrasi pada Pending Claim BPJS Kesehatan, Ini Lima Poin Perbaikannya

    JAKARTA – Sengketa klaim pembiayaan antara ratusan rumah sakit di Jawa Timur dengan 
    BPJS Kesehatan merupakan masalah krusial pelayanan publik. Terkait hal tersebut, Pimpinan 
    Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng memberi pernyataan pubik sebagai bagian dari 
    tugas pengawasan. Pending claim pembayaran layanan kesehatan patut dilihat dari segi 
    potensi maladministrasi yang ditimbulkan. 

    “Rumah sakit dan BPJS Kesehatan merupakan pranata layanan publik yang amat vital dalam 
    penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional. Pending claim bisa menghambat penyediaan 
    alat kesehatan dan kefarmasian, logistik penunjang dan jasa layanan medis terstandarisasi. 

    Muaranya terjadi penundaan berlarut atau bahkan tidak diberikannya layanan kesehatan oleh 
    pihak rumah sakit kepada pasien yang dapat mengancam keselamatan jiwa”, ucapnya di 
    Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan pada Sabtu (01/2/2025). 
    Untuk itu, Robert manyampaikan beberapa hal yang harus diperbaiki. Pertama, Pemerintah 
    wajib mengantisipasi sengketa klaim agar tidak menimbulkan maladministrasi layanan kepada 
    pasien. 

    “Pemerintah harus memastikan semua pihak sungguh menjalankan kewajiban dan 
    mendapatkan hak, merujuk Permenkes No 3 Tahun 2023. Rumah sakit mengajukan klaim 
    sesuai ketentuan, lalu berdasarkan administrasi yang benar dan lengkap maka pihak BPJS 
    melakukan verifikasi dan membayarkan klaim layanan kesehatan tepat waktu,” terangnya. 

    Kedua, BPJS Kesehatan mesti lebih transparan ke pihak pemda dan membangun komunikasi 
    dengan organisasi perhimpunan rumah sakit apabila ada potensi hambatan klaim rumah sakit. 

    Harus diakui, pihak BPJS saat ini cenderung pasif, kurang persuasif dan membiarkan masalah 
    sengketa klaim ini terus menumpuk, padahal berlarutnya pembayaran klaim jelas berdampak 
    terhadap merosotnya kualitas pelayanan kesehatan. 

    Ketiga, Rumah sakit mesti lebih akuntabel dan terus diawasi agar tidak melakukan fraud dalam 
    klaim tarif INA-CBGs.

     “Pembayaran klaim itu hak setiap fasyankes yang telah melaksanakan 
    kewajiban pelayanannya. Namun, rumah sakit juga wajib memastikan laporan administrasi 
    layanan sudah sesuai standar dan bebas dari tindak kecurangan seperti klaim fiktif, manipulasi 
    diagnosis dan praktik fraud lainnya,” tegas Robert. 

    Keempat, Pemda diminta untuk lebih proaktif dalam merespon pending claim ini. “Pemerintah 
    tidak semata hanya berperan sebagai mediator saat sengketa sudah terjadi. Peran sebagai 
    pemadam kebakaran tersebut harus dilapisi dengan upaya-upaya preventif. 

    Untuk itu, pada 
    ranah kebijakan, kami minta Pemda memitigasi potensi sengketa dengan membuat Perkada 
    ihwal sanksi terhadap pihak yang tidak memenuhi kewajibannya. Selanjutnya pada ranah 
    pengawasan pihak Pemda perlu melakukan pemantauan terhadap proses klaim secara rutin”. 
    Kelima, klaim pembayaran pelayanan kesehatan harus bebas maladministrasi dan terlaksana 

    sesuai dengan standar tata kelola yang akuntabel.

     Kasus di Jatim ditengarai juga terjadi di 
    daerah-daerah lain. Ombudsman minta Kementerian Kesehatan lakukan evaluasi tuntas atas 
    klaim fasyankes ke BPJS sejak laporan pelaksanaan layanan hingga penetapan status klaim. 

    Selanjutnya dapat lebih tegas melakukan penegakan hukum dan pemberian sanksi bagi para 
    pihak yang melakukan maladministrasi. 
    Akhirnya, Ombudsman RI menghimbau masyarakat untuk menyampaikan pengaduan/laporan 
    jika mengalami atau menyaksikan tindakan maladministrasi pada klaim pembayaran layanan 
    kesehatan melalui berbagai kanal resmi Ombudsman yang tersedia di pusat dan kantor-kantor 
    perwakilan di 34 propinsi. (*) 


    Tidak ada komentar

    Post Top Ad


    ad728

    Post Bottom Ad

    ad728