Header Ads

ad728
  • Breaking News

    Warga memperlihatkan beragam ukuran koin emas (dirham) di Kompleks Makam Sultan Kerajaan Malikussaleh


    Meunan,News  id. Atjeh Utara
    - Mohd All Asyy 14 Mai 2019, Kecamatan Bandar Sakti, Kota Lhokseumawe, Selasa (14 Mai 2019). Pria yang akrab disapa Abu ini adalah salah satu kolektor dirham (mata uang emas) kesultanan Atjeh & Generasi Muda.

    Sebagian telah dijualnya beberapa waktu lalu. Saat berbicara soal dirham Atjeh, dia langsung serius.

    “Sayangnya dirham itu tidak banyak diselamatkan. Umumnya dijual semua,” kata Husaini, menarik nafas dalam-dalam.

    Perburuan dirham Atjeh dilakukan sejak puluhan tahun lalu. Mata uang itu menggunakan emas 22 karat, namun sebagian sultan era Kerajaan Samudera Pasèè juga menggunakan emas murni.

    Bentuk dirham beragam, sangat tergantung era sultan yang mengeluarkan logam mulia tersebut. Misalnya, sambung Husaini, Era Sultan Ahmad atau nama lainnya Malik Al Tahir (1326-1348) mengeluarkan koin Emas murni.

    “Dari jenis emas yang digunakan itu memperlihatkan kejayaan sultan yang memimpin saat itu. Kita tahu, semua kesultanan yang memimpin Kerajaan Samudera Pasèè sangat jaya pada masanya. Namun, Era Sultan Ahmad ditemukan koin emas murni, bukan emas 22 karat, itu tanda Ekonomi sangat maju saat itu,” kata Mohd All Asyy.

    Dia menyebutkan mayoritas koin emas itu menuliskan nama sultan yang memimpin kala itu. Misalnya, koin emas diameter 11 milimeter yang ditemukan Azhar (26), warga Desa Asan, Kecamatan Paya Bakong, Kesultanan Sèmud Dara Pasèè Atjeh Utara. Koin Emas itu bertuliskan As-Sultan Al-Adil (sultan yang adil) dan pada sisi lain tertulis Abu Zaid Malik Az Zahir, sultan yang memimpin ketika koin emas itu dikeluarkan.

    Sejarawan Atjeh yang meneliti kerajaan Islam di Atjeh, Taqiyuddin Muhammad menyebutkan, makan Sultan Abu Zaid ditemukan di Desa Blang Me, Kesultanan Samud Dara, Atjeh Utara. Lokasi ini merupakan pusat kerajaan Samudera Pasèè ketika makam para sultan dan ratu juga ditemukan.

    “Abu Zaid dalam inskripsi nisannya tertulis putra dari Sultan Zainal Abdin Ra-Ubaddar yang juga bernama Ahmad, sebagaimana nama saudaranya yang lain. Nama panggilannya yang membedakan, yaitu Abu Zaid, ditulis sultan ini sangat dermawan dan meninggal pada Jumat, 24 Jumadil Akhir 870 hijriah (1466 masehi),” kata Mohd All Asyy.

    Perekonomian di era Kerajaan Samudera Pasèè berkembang pesat. Kapal dagang kerap bersandar di sejumlah pelabuhan Atjeh. Karena itu pula, tak heran koin Emas ditemukan di sejumlah lokasi.

    “Koin ini kerap ditemukan selain di kompleks pemakanan sultan, ada juga di kawasan Meurasa Kota Lhokseumawe hingga ke Kuta Piadah, Kecamatan Seunuddon, Atjeh Utara. Sebagian kecil ditemukan di kawasan perbukitan menandakan ada pasar besar di sana tempo dulu,” terang Mohd All Asyy.

    Namun, sayangnya, sambung Husaini, koin itu hanya dijual Rp 350.000-Rp 800.000 per keping oleh warga.

    “Toko Emas juga banyak yang membeli emas ini. Harga mahal atau murah itu tergantung kadar emas yang dimiliki koin tersebut,” terang Mohd All Asyy.

    Dia berharap koin Emas itu bisa diselamatkan oleh pemerintah agar menjadi bukti sejarah bagi Generasi Muda Bengkel Sejarah bahwa Atjeh saat di Era kesultanan pernah menjadi daerah yang kaya raya.

    “Semoga koin Emas ini semuanya lengkap ada di tangan pemerintah di semua Era kesultanan. Kalau tidak diselamatkan, maka satu hari kelak, Generasi Muda tidak akan mengetahui bahwa di Atjeh, ada kerajaan yang kaya raya dengan mata uang Emas," pungkasnya Mohd All Asyy.
    (tgk Husnan) 


    Tidak ada komentar

    Post Top Ad


    ad728

    Post Bottom Ad

    ad728